Kamis, 12 Desember 2013

akuntansi syariah

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1   Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah
Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka berksekutu dalam sepertiga itu”. (QS. An-Nisa : 12)
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh”. (QS. Ash-Shad : 24)
Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi syarikah adalah :
”Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Allah swt telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut”. (HR. Abu Daud). ”Rahmat Allah swt tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala berkhianat maka bisnisnya akan tercela dan keberkatanpun akan sirna dari padanya”. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim)
Pengertian Perbankan menurut pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 7 Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarkat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis–jenis perbankan menurut pasal 5 undang-undang nomor 7 Tahun 1992 adalah :
1.    Bank Umum yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (pasal 1 undang-undang no 7/ 1992 tentang perbankan)
2.    Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu (pasal 1 undang-undang no. 7/1992 tentang perbankan)
Bank umum Syariah didirikan pertama kali di Indonesia tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992, tentang Bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan di sempurnakan dengan undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 10 Tahun 1992 tentang perbankan. Dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Dalam undang-undang nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 pengertian Bank, disempurnakan menjadi :
Bank adalah usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip usaha syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah di jelaskan pada pasal 1 butir 13 undang–undang tersebut sebagai berikut :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang inyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh kuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank olh pihak lain (ijarah wa itiqna).

2.2   Alur Operasional Bank Syariah
Kegiatan usaha Bank Syariah, diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang ank Umum yang melaksanakn kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Beberapa pasal yang mengatur kegiatan usaha syarrah yang tersebut adalah :
Pasal 36
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan pinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanyayang meliputi :
1.    Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain :
    Giro berdasarkan prinsip wadiah
    Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau
    Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
    Melakukan penyaluran dana meliputi :
2. Prinsip jual beli berdasarkan akad antara lain :
a.    murabahah
b.    istishna
c.    salam
3. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain :
a.    mudharabah
b.    musyarakah

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1    Pengertian Al- Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Banyak pihak yang mendefinisikan atas pengertian musyarakah itu sendiri, diantaranya;
Pendapat ke 1: Musyarakah berasal dari kata syirkah yang artinya pencampuran atau interaksi. Secara terminology, syirkah adalah persekutuan usaha untuk mengambil hak atau untuk beroperasi.

Pendapat ke 2: Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The Musalim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari akad musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.
Pendapat ke 3: Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Pendapat ke 4: Al-Musyarakah adalah akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musayarakah mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah di sepakati secara bertahap atau sekaligus kepada Bank.
Kemudian MUI mendifinisakn secara umum bahwa, Dewan syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai  akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan dibagi berdasarkan porsi kontribusi dana. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai  sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, apabila salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi musyarakah  dapat dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas.
Dan IAI sendiri mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antar dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan etentuan bahwa keuntungan dibagi berdasar kesepakatan sedangkan kerugian dibagi berdasar proporsi dana.
Pengertian Secara Bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya.
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan.

3.2    Jenis-Jenis Musyarakah
Terdapat dua jenis Musyarakah, yaitu :
1.    Musyarakah Pemilikan
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Untuk menjaga kelangsungan kerjasama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan dari semua mitra, dengan kata lain seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkuatan.
Musyarakah pemilikan kadang bersifat ikhtiaryyah (sukarela) atau jabariyyah (tidak sukarela), apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi,namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat ikhtiari (sukarela). Namun apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa untuk memilikinya bersama maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat jabari (tidak sukarela)
2.    Musyarakah Akad (kontrak)
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju  bahwa tiap oarang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-mufuwadhah, al-a’maal, al-wujuh,dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat beberapa akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah.
3.2.1    Jenis Akad Musyarakah Berdasarkan Eksistensi
1.    Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak
Mengandung kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan. Syirkah ini bersifat memaksa dalam hokum positif.
Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat sebidang tanah.
2.    Syirkah Al Uqud
Yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya Karena pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn dan resiko. Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri). Syirkah Al Uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
•    Syirkah abdan atau sanaa’i
Yaitu bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. Syirkah ini dibolehkan oleh ulama malikiyah, hanabilah dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari kerjasama ini adalah mendapat keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan. Sedangkan ulama syafiiyah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada pekerjaan. Dapat juga disebut sebagai Syirkah A’maal.
Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima pembuatan order seragam sebuah kantor.
•    Syirkah wujuh
Kerjasama antara dua pihak dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini dikarenaknan jual beli tidak terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya berbentuk kerjasama tanggungjawab bukan modal atau pekerjaan.
Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah membolehkan syirkah ini sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang partner dalam penjualan dan pembelian.
Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama modal atau pekerjaan.
•    Syirkah inan
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan.
Ulama foqoh membolehkan syirkah ini.
•    Syirkah muwafadah
Sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Jika komposisi modal tidak sama maka syirkahnya batal.
Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini boleh. Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat untuk menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang unsur ke-gharar-an.
Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat beberapa akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah.
Syirkah al-mudharabah
Atau juga sering disebut dengan istilah Syirkah Qiradh.  Syirkah mudharabah mengharuskan ada dua pihak, yaitu pihak pemilik modal (shahibul maal) dan pihak pengelola (mudhorib). Pihak pemodal menyerahkan modalnya dengan akad wakalah kepada seseorang sebagai pengelola untuk dikelola dan dikembangkan menjadi sebuah usaha yang menghasilkan keuntungan (profit).
Keuntungan dari usaha akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, dan manakala terjadi kerugian bukan karena kesalahan manajemen (kelalaian), maka kerugian ditanggung oleh pihak pemodal. Hal ini karena hukum akad wakalah menetapkan hukum orang yang menjadi wakil tidak bisa menanggung kerugian, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali R.A. yang berkata:
“Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada apa yang mereka sepakati bersama” [Abdurrazak, dalam kitab Al-Jami’].

3.3    Musyarakah Berdasarkan PSAK
1.    Musyarakah permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par 04).
Contohnya :
Antara mitra A dan mitra p yang telah melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing-masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing-masing tetap Rp 20 juta.
2.    Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.
Contohnya:
Mitra A dan mitra P melakukan akad usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A menanamkan Rp 200 juta. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P sebesar Rp 100 juta akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.   

Secara umum, aplikasi perbankan dari Al- Musyarakah dapat di gambarkan dalam skema berikut ini.

3.4    Skema Musyarakah
Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun musyarakah menurun. Dalam musyarakah permanen, bagain modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (tradding asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau good will), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang–barang lain yang dapat di nilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing–masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

3.5    Rukun Musyarakah
Dalam perjanjian kemitraan pada pembiayaan Al- Musyarakah ada rukun-rukun yang harus di penuhi, yaitu :
o    Pemilik Modal (Syarik/Shahibul Maal) atau Pihak yang berakad
o    Proyek/usaha (Masyru’) atau Objek Akad/ Proyek atau usaha (modal dan kerja)
o    Modal (Ra’sul maal)
o    Ijab qabul (Sighat)
o    Nisbah bagi hasil
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Pembiayaan Musyarakah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Naional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 ( Himpunan Fatwa, Edisi Kedua, hal 55-56 ) sebagai berikut :
•    Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap dalam hukum dan memperhatikan hal-hal berikut :
a.    Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b.    Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil
c.    Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal
d.    Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing di anggap telah di beri wewenang untuk melakukan aktifitas musyarkah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kesalahan dan kesalahan yang disengaja.
e.    Seorang mitra tidak di izinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri.
•    Objek akad (Modal, kerja, keuntungan, dan kerugian).
Modal, ketentuannya adalah :
-    Modal yang diberikan harus tunai
-    Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
-    Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainy aterlebih dahulu dan harus diseoakati bersama.
-    Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
Kerja, ketentuannya adlah :
-    Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
-    Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
-    Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra’
-    Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
•    Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para pelaku akad. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.    Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad)
b.    Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
Akad di tuangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau mengunakan cara-cara komunikasi modern.
•    Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu :
-    Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra. Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah suatu jumlah pekerjaan yang dilaksankan oleh para mitra sama ataupun tidak sama. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi labah yang lebih besar. Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi diantara kita”, berarti keuntungan akan di alokasikan menurut porsi modal masing-masing mitra.
-    Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan atau Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penetuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya modal yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang. Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau berbeda 70:30 misalnya proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para mitra sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan untuk pembagian keuntungan.

3.6    Berakhirnya Akad Musyarakah
a.    Jika salah satu pihak menghentikan akad
b.    Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat). Apabila disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
c.    Modal musyarakah hilang atau  habis. Apabila salah satu mitra keluar dar kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari kesepakatan utuk bekerja sama dan dalam kegiatan opersaional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Salah seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.
3.6.1    Ketentuan Umum Pembiayaan Al- Musyarakah
1.    Semua modal usaha di satukan untuk di jadikan model proyek musyarakah dan di kelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang di jalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal di percaya untuk menjalankan proyek musyarakh da tidak boleh melakukan tindakan seperti :
2.    Menggabungkan dana proyek dengan kekayaan/ harta pribadi
3.    Menjalankan proyek musyarakh dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
4.    Memberi pinjaman kepada pihak lain dari modal proyek
5.    Setiap pemilik modal dapat mengalihka penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
6.    Setiap pemilik modal di anggap mengakhiri kerja sama apabila :
a.    Menarik diri dari perserikatan
b.    Meninggal dunia
c.    Menjadi tidak cakap hukum

7.    Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai porsi kontribusi modal
8.    Proyek yang akan di jalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersamabagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.

3.7    Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah
Untuk memastikan kesesuaian dengan syariah, maka DPS melakukan pengawasan untuk :
o    Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan kepada nasabah tentang persyaratan investasi musyarakah yang dilakukan.
o    Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah sesuai dengan syariah.
o    Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian musyarakah
o    Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah
o    Memastikan bahwa biaya perasional telah dibebankan modal bersama musyarakah
o    Memastikan jenis usaha yang didanai telah sesuai dengan syariah

3.7.1    Alur Transaksi Musyarakah
    Pertama, pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dan dilakukan evaluasi 5C oleh bank. Bila lolos verifikasi, maka kontrak dibuat dihadapan notaries.
    Bank dan nasabah mengontribusikan modal masing-masing dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha.
    Hasil usaha dievaluasi dan keuntungan dibagi sesuai porsi yang disepakati.
    Masing-masing mitra menerima porsi masing-masing berdasar metode yang disepakati.
    Bank menerima pengembalian modal dari nasabah dan usaha menjadi milik sepenuhnya nasabah.

3.8    Aplikasi Dalam Perbankan   
A.     Pembiayaan Proyek
Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesei, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b.     Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan disvestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. Setelah dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.

3.9    Keuntungan dan Kerugian Dari Akuntansi Musyarakah
Keuntungan :
Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya sebagai berikut:
1.    Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntunngan usaha nasabah meningkat.
2.    Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.    Pengembalian pokok pembiayan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasbah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.    Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.    Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
6.    Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan pebedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
7.    Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
8.    Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
9.    Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
Kerugian :
Kerugian harus di bagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
1.    Biaya operasional dan Persengketaan
2.    Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

3.10    Standar Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran Awal Pembiayaan Musyarakah
Karakteristik mitra pembiayaan musyarakah terbagi kepada dua, yaitu :
1.    Mitra Aktif
2.    Mitra Pasif
Perlakuan Akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Dimana mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyaraklah baik mengelola sendiri ataupun merujuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, mitra aktif juga bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha biasanya adalah lembaga keuangan.
Akuntansi Untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Akuntansi untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif dianggap sama, Karena dalam ilustrasi ini pencatatan akuntansi ini untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk agar lebih muda di ilustrasikan. Jadi, pada hakikatnya jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau Mitra Aktif adalah sama. Perbedaannya jika pencatatan dilakukan oleh Mitra Aktif, maka ia harus membuat akun buku besar pembantu untuk memisahkan pecatatan dari transaksi musyarakah dengan transaksi lainnya.

3.11    Pengakuan Musyarakah
1.    Akuntansi Mitra Aktif
Pada saat akad :
1.    Investasi musyarakah diakui pada saat menyisihkan kas atau aset non kas untuk usaha musyarakah
2.    Pengukuran investasi musyarakah dalam bentuk kas di nilai sebesar jumlah yang di sisihkan ;dan
3.    Dalam bentuk aset non kas di nilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset non kas,maka selisih tersebut di akui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih kenaikan aset musyarakah diamortisasi selama masa akad musyarakah
Aset tetap musyarakah yang telah di nilai sebesar nilai wajar yang di susutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan:
•    Penyusutan yang di hitung dengan historical cost models di tambah dengan
•    Penyusutan atas kenaikan nilai aset  karena penilaian kembali saat penyisihan aset non kas untuk usaha musyarakah
Apabila proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugaian. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah
Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif diakui sebagai investasi musyarakah dan disisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar :
1.    dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang di terima
2.    dana dalam bentuk asset non kas di nilai sebesarnilai wajar dan di susutkan selama masa akad apabila aset tersebut tidak akan di kembalikan kepada mitra pasif
Selama Akad :
Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra diakhir akad dinilai sebesar jumlah kas yang disisihkan dan nilai tercatat aset musyarakah non kas
•    Jumlah kas yang di sisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di kurangi dengan kerugian
•    Di nilai tercatat aset musyarakah non kas pada saat penyisihan untuk usaha musyarakah setelah di kurangi penyusutan dan kerugian.
Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar jumlah kas yang disisihkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di tambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah di kembalikan kepada mitra pasif dan di kurangi kerugian.
Akhir akad :
Pada asat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dibayarkan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
Penyajian bagi Mitra Aktif :
Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut;
1.    Aset musyarakah untuk kas yang di sisihkan dan yang di terima dari mitra pasif;
2.    Dana musyarakah yang di sajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk aset musyarakah yang di terima dari mitra pasif
3.    Selisih penilaian aset musyarakah ,bila ada ,di sajikan sebagai unsur ekuitas
4.    Investasi musyarakah untuk kas atau aset  non kas yang di sisihkan kepada mitra aktif
5.    Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset  non kas yang di serahkan pada nilai wajar di sajikan sebagai pos lawan dari investasi musyarakah
Mitra pasif menyjikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut;
Pengungkapan bagi Mitra Aktif :
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah,tetapi tidak terbatas pada:
1.    Isi kesepakatan utama usha musyarakah seperti porsi penyertaan,aktiva usaha musyarakah dan lain-lain;
2.    Pengelolaan usaha jika tidak ada usaha mitra aktif dan;
Pengungkapan yang di perlukan sesuai pernyataan standatr akuntansi keuangan Nomor 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.

2.    Akuntansi Mitra Pasif
Pada saat akad :
1.    Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada mitra aktif musyarakah
2.    Pengukuran investasi musyarakah ;
a.    Dalam bentuk kas di nilai sebesar jumlah yang di bayarkan;dan
b.    Dalam bentuk aset di nilai sebesar nilai wajar dan jika tedapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatataset non kas maka selisih tersebut di akui sebagai;
•    Keuntungan tangguhan dan di amortisasi selama masa akad  atau
•    Pada kerugian pada saat terjadi
3.    Investasi musyarikah yang diukur dengan nilai wajar aset yang di serahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang di serahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan
4.    Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah
Selama akad :
Bagian entitas atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra diakhir akad dinilai sebesar;
•    jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di kurangi dngan kerugian dan;
•    nilai tercatat aset musyarakah non kas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah di kurangi penyusutan dan kerugian
Bagian entitas atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar jumlah kas yang di bayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad di kurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian
Akhir akad :
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Penyajian bagi Mitra Pasif :
Mitra pasif menyjikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan.
3.11.1    Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Akuntansi transaksi Musyarakah
Tim pengembangan Perbankan syariah IBI (2001:181) menjelaskan bahwa menurut Imam Hanafi ada dua rukun dan syarat musyarakah yaitu ijab dan qobul sedangkan para ulama menjabarkan rukun musyarakah menjadi:
1.    Ucapan, penawaran  dan penerimaan
2.    Pihak yang berkontrak
3.    Objek kesepakatan

3.12    Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Musyarakah.
Pengakuan dan pengukuran dari pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:
1.    Pembiayaan musyarakah dalam bentuk kas dimulai sebesar jumlah yang dibayarkan
2.    Pembiayaan musyarakah yang diberikan dalam bentuk aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar aktiva non kas, selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas di akui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan.
3.    Biaya-biaya yang timbul aibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah
4.    Pengakuan keuntungan/pendapatan dan kerugian musyarakah.
Dalam pembiayaan musyarakah yang di mulai dan berakhir pada periode pelaporan yang sama, keuntungan atau pendapatan diakui pada saat terjadinya pembayaran apabila dalam pembiayaan musyarakah menggunakan metode bagi laba (profit sharing) di mana masa sebelumya terjadi keuntungan, maka keuntungan yang di peroleh pada masa tersebut harus di alokasikan terlebih dahulu untuk memulihkan pengurangan modal akibat kerugian pada masa sebelunyanya.
Apabila pembiayaan musyarakah melewati satu periode pelaporan, keuntungan atau pendapatan pembiayaan musyarakah di akui pada saat terjadinya pembayaran kerugian yang terjadi di akui pada periode terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi pembiayaan musyarakah apabila dalam pembiayaan musyarakah menggunakan metode bagi laba, dimana metode sebelumnya terjadi kerugian, maka keuntungan yang di peroleh pada periode tersebut harus di alokasiakan terlebih dahulu untuk memulihkan pengurangan modal akibat kerugian pada periode sebelumnya.
Pada saat akad berakhir, keuntungan yang belum diterima bank dari mitra musyarakah yang diakui sebagai piutang musyarakah. Apabila terjadi kerugian dalam musyarakah akibat kelalaian atau penyimpangan mitra musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian tersebut menanggung beban kerugian itu. Kerugian bank yang di akibatkan kelalaian atau penyimpangan mitra tersebut di akui sebagai piutang musyarakah.
Pada saat akad di akhiri, saldo pembayaran musyarakah yang belum di terima sebagai sebagai piutang musyarakah. Pembiayaan musyarakah permanen dimulai sebesar nilai perolehan setelah dikurangi dengan kerugian yang telah di akui. Pembiayaan musyarakah menurun di sajikan sebesar harga perolehannya di kurangi bagian yang telah dialihkan kepada mitra musyarakah.

Pengukuran investasi musyarakah Akuntansi Mitra Pasif :
a.    Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
b.    Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
-    keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
-    kerugian pada saat terjadinya.
Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
3.13    Variasi Transaksi
1.    Investasi musyarakah dengan aset non-kas
Jika investasi musyarakah dilakukan dengan aset nonkas, maka aset berkait dicatat dengan nilai wajarnya dan selisih nilai wajar dengan nilai buku akan diperlakukan sebagai untung atau rugi.

2.    Pelunasan investasi musyarakah secara bertahap
Selain penggunaan skema dana musyarakah permanen, dapat juga digunakan skema musyarakah menurun dimana kepemilikan salah satu mitra akan dialihakna secara bertahap sehingga pada akhirnya hanya ada satu pemilik penuh. Jika nasabah menbayar cicilan pokok  sesuai jadwal yang disepakati maka cicilan tersebut akan dicatat sebagai pengurang investasi bank. Namun jika, cicilan tidak dibayar tepat waktu , makan akan diakui sebagai piutang oleh bank.


3.    Kerugian musyarakah
Jika terjadi kerugian dalam usaha musyarakah dan bukan merupakan kelalaian mitra aktif, maka kerugian akan dicatat oleh masing-masing  mitra sebesar bagian modal dari masing-masing mitra dikalikan dengan jumlah kerugian total.
Jika kerugian disebabkan karena mitra aktif lalai namun mampu melanjutkan usaha, maka kerugian tersebut akan ditanggung mitra aktif . namun jika mitra aktif tidak mampu melanjutkan usaha maka bank akan melakukan penyisihan dan melakukan penghapus bukuan atas investasi tersebut.

3.14    Teknis Perhitngan Dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah
Contoh :
Asumsikan bahwa bu liha menandatangani akad pembiayaan usaha penggilingan padi dengan bank muamalat pada tanggal 2 februari dengan skema sebagai berikut :


Nilai proyek        : Rp 80.000.000
Kontribusi bank    : Rp. 60.000.000 (pembayaran tahap pertama Rp 35.000.000
  dilakukan tanggal
12 februari dan kedua sebesar Rp 25.000.000 pada tanggal 2 maret )
Kotribusi bu liha    : Rp.20.000.000
Nisbah bagi hasil    : bu liha 75% dan bank 25% 
Biaya administrasi    : Rp 600.000 (1% dari pembiayaan bank)
Objek bagi hasil        : laba bruto
Skema pelaporan dan Pembayaran porsi bank    : setiap tiga bulan pada dua mei
  dan 2 agustus 2011
Skema pelunasan pokok            : musyrakah permanen akan
  berakhir tanggal 2 agustus 2011
Penyelesaian :
Saat akad disepakati
Pos lawan komitmen administrative pembayaran    60.000.000
Kewajiban komitmen administrative pembiayaan    60.000.000
Rekening nasibah            600.000
        Pendapatan administrasi        600.000


Saat penyerahan investasi oleh bank kepada nasabah
        Investasi musyarakah    35.000.000
            Rekening nasabah    35.000.000

        Investasi musyarakah    25.000.000
                Rekening nasabah    25.000.000
Saat penerimaan bagian bank
Asumsikan bahwa dari hasil usaha tersebut, bu liha memperoleh laba bruto pda  2 mei dan 2 agustus sebesar 14 juta dan 16 juta. Namun bu liha baru membayarkan bagi hasil dari panen kedua pada tanggal 12 agustus.maka pencatatannya sebagai berikut:
2 mei :
        Rekening nasabah    3.500.000(25% x 14 jt)
            Pendapatan bagi hasil musyarakah    3.500.000
2 agustus :
        Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah    4.000.000
            Pendapatan musyarakah    4.000.000
12 agustus :
        Rekening nasabah    4.000.000
            Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah    4.000.000

Saat Akad Berakhir
Jika nasabah mampu mengembalikan modal bank, maka dicatat sebagai berikut :
        Rekening nasabah    60.000.000
            Investasi musyarakah    60.000.000
Jika nasabah gagal bayar, maka dicatat sebagai berikut :
        Piutang investasi musyarakah jatuh tempo    60.000.000
            Investasi musyarakah    60.000.000
Jika dikemudian hari nasabah mampu membayar maka dicatat :
        Rekening nasabah    60.000.000
            Piutang investasi musyarakah jatuh tempo    60.000.000
Pada tanggal 01 Agsutus Bank Syariah mmberikan fasilitas pembiayaan musyarakah kepada Tuan Abdullah dalam usaha pabrik pengelolaan kelapa sawit dan telah di sepakati dengan data-data sebagai berikut :
1.    tanggal 05 Agustus di bayar beban pra akad, seperti pembuatan studi kelayakan proyek penelitian kelayakan proyek sebesar Rp 1.000.000
2.    modal syirkah keseluruhan sebesar Rp 150.000.000,- dimana Bank Syariah mendapatkan porsi modal sebesar Rp 70.000.000,; dan porsi modal untuk Tuan Abdullah sebesar Rp 80.000.000,- dengan nisbah keuntungan, untuk Bank sebesar 40% dan untuk Tuan Abdullah sebesar 60%
3.    modal syirkah yang menjadi porsi bank syariah sebesar Rp 70.000.000,- di bayar dengan tahapan sebagai berikut :
1)    tanggal 15 Agustus, dibayarkan modal syirkah dalam bentuk kas sebesar Rp. 20.000.000,;
2)    tanggal 20 Agustus di serahkan modal non kas, beupa dua buah mesin pabrik yang telah di miliki oleh Bank Syariah, mesin pertama sebesar Rp. 30.000.000,- yang dibeli dengan harga Rp. 32.500.000,- dan mesin yang kedua sebesar Rp. 20.000.000,- yang di beli dengan harga Rp. 15.000.000,-
Atas transaksi tersebut di atas dilakukan jurnal dan penjelasan sebagai berikut :
Tanggal 01 Agustus pada saat pembiayaan musyarakah di setujui dan di sepakati oleh Tuan Abdullah, Bank Syariah mempunyai kewajiban yang berupa komitmen atas pembiayaan musyarakah sebesar Rp.70.000.000,-
Jurnal komitmen (rekening administratif) :
Dr. Kontra komitmen Pembiayaan Musyarakah    Rp. 70.000.000
Cr. Komitmen Pembiayaan Musyarakah        Rp.70.000.000,-


3.15.1    Pengakuan Laba Atau Rugi Musyarakah
Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian Bank sesuai dengan nisbah yang disepakati atas hasil usaha musyarakah. Sedangkan rugi pembiayaan musyarakah diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 47).
Apabila pembiayaan musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan, maka :
1.    Laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati, dan
2.    Rugi diakui dalam periode terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
Apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode laporan dan terdapat penngembalian sebagian atau seluruh pembiayaan, maka :
1.    Laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati, dan
2.    Rugi di akui dalam periode terjadinya secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
3.    Pada saat akad di akhiri,laba yang belum diterima Bank dari pembiayaan musyarakah yang masih performing diakui sebagai piutang kepada mitra. Untuk pembiayaan musyarakah yang non performing diakhiri maka laba yang belum diterima Bank tidak diakui tetapi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
4.    Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra (pengelola usaha) musyarakah, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi karena kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola usaha,kecuali jika mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.
Contoh Perlakuan laba pembiayaan musyarakah :
Laba pembiayaan musyarakah dalam satu periode pelaporan. Berdasarkan laporan yang di terima atas pengelolaan modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar Rp. 500.000.000,- dimana pembagian bagi hasil 60 untuk Tuan Abdullah dan 40 untuk Bank Syariah.
Jadi porsi bagi hasil milik bank syariah adalah : 40/100 x Rp. 500.000.000,- = Rp. 200.000,-
Apabila penerimaan pendapatan/keuntungan musyarakah kas
Dr. Kas/rekening syirkah/kliring    Rp. 200.000.000,-
Kr. Pendapatan/Keuntungan Musyarakah    Rp. 200.000.000,-
Pengakuan Bagian Bank atas Pembiayaan Musyarakah setelah Akad
Bagian bank atas pembiayaan musyarakah permanen di nilai sebesar nilai historis (jumlah yang dibayarkan atau nilai wajar aktiva non-kas pada saat penyerahan modal musyarakah) setelah di kurangi dengan kerugian, apabila ada.
Bagian Bank atas pembiayaan musyarakah menurun dinilai sebesar nilai historis sesudah dikurangi dengan bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan oleh mitra (yaitu sebesar harga jual yang wajar) dan kerugian, apabila ada. Selisih antara nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan musyarakah yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian Bank pada periode berjalan.
Jika akad musyarakah yang belum jatuh tempo diakhiri dengan pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih antara nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai dengan nisbah yang disepakati atau rugi sesuai dengan porsi modal mitra
Pada saat akad di akhiri, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.



CONTOH JURNAL
1.    Akuntansi mitra aktif
Pada saat mitra aktif menerima uang tunai dari akad musyarakah
(Dr) Kas            xx
(Cr) Investasi musyarakah        xx
Pada saat mitra aktif menerima aktiva non-kas kepada musyarakah.
Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih rendah atas nilai buku:
(Dr) Aktiva non-kas (sebasar nilai buku)        xx
(Cr) Kerugian penerimaan aktiva            xx
(Cr) Investasi musyarakah (sebesar nilai buku)    xx
Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih tinggi atas nilai buku:
(Dr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku)    xx
(Dr) Keuntungan penerimaan aktiva        xx
(Cr) Investasi musyarakah (sebesar nilai buku)    xx
Pengakuan biaya akad musyarakah
Pada saat biaya di keluarkan
(Dr) Beban akad musyarakah        xx
(Cr) Kas                xx
Jika berdasarkan kesepakatan dapat di akui sebagai bagian dari investasi musyarakah
(Dr) Beban akad musyarakah        xx
(Cr) Investasi musyarakah        xx


Pembayaran keuntungan musyarakah
(Dr) Keuntungan bagi hasil musyarakah    xx
(Cr) Kas                xx

Pengakuan kerugian musyarakah tanpa ada kelalaian
(Dr) Investasi musyarakah            xx
(Cr) Kerugian bagi hasil musyarakah        xx
Pengakuan kerugian yang disebabkan oleh kelalaian manajemen
(Dr) Investasi musyarakah            xx
(Cr) Hutang kepada mitra pasf            xx
Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada mitra musyarakah lainya
(Dr) Investasi musyarakah        xx
(Cr) Kas                xx
Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai historis
(Dr) Investasi musyarakah        xx
(Cr) Kerugian penyelesaian pembiayaan musyarakah (sebesar nilai buku)    xx
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar)                    xx
Pengembalian modal musyarakah nonkas dengan nilai wajar lebih tinggi dari nilai historis
(Dr) Investasi musyarakah                                xx
(Dr) Keuntungan penyelesaian pembiayaan Musyarakah (sebesar nilai buku)    xx
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar)                xx
Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo atau pada saat jatuh tempo dan investasi musyarakah sebelum dibayarkan kepada mitra pasif
(Dr) Investasi musyarakah        xx
(Cr) Hutang kepada mitra pasif        xx

2.    Akuntansi Mitra Pasif
Pada saat mitra pasif membayarkan uang tunai kepada musyarakah
(Dr) Pembiayaan musyarakah        xx
 (Cr) Kas            xx
Pada saat mitra pasif menyerahkan aktiva non kas kepada musyarakah
Jika nilai wajar aktiva diserahkan lebih rendah atas nilai buku:
(Dr) Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai wajar)    xx
(Dr) Kerugian penyerahan aktiva            xx
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku)        xx
Jika nilai wajar aktiva yang di serahkan lebih tinggia tas nilai buku:
(Dr) Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai wajar)    xx
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku)        xx
(Cr) Keuntungan penyerahan aktiva            xx

Pengakuan biaya akad musyarakah
Pada saat biaya di keluarkan
(Dr) Beban akad musyarakah        xx
(Cr) Kas                    xx

Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
(Dr) Pembiayaan musyarakah        xx
(Cr) Beban akad musyarakah        xx

Penerimaan keuntungan musyarakah
(Dr) Kas        xx
(Cr) Keuntungan bagi hasil musyarakah    xx

Pengakuan kerugian musyarakah
Pengakuan kerugian musyarakah tanpa kelalaian mitra
(Dr) Kerugian bagi hasil musyarakah        xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah            xx
Pengakuan kerugian yang di sebabkan oleh kelalaian mitra musyarakah
(Dr) Piutang mitra        xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah        xx
Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada mitra musyarakah lainya
(Dr) Kas        xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah        xx
Pengembalian musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai historis
(Dr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar)                                   xx
(Dr) Kerugian penyelesaian Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai buku)    xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah                    xx
Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih tinggi dari nilai historis
(Dr) Aktiva non kas (sebesar niali wajar)    xx
(Cr) Keuntungan penyelesaian Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai buku) xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah                               xx
Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo atau pada saat jatuh tempo dan pembiayaan musyarakah belum dibayar oleh mitra
(Dr) Piutang kepada mitra        xx
(Cr) Pembiayaan musyarakah        xx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar